Ngidam adalah suatu kondisi yang dialami oleh wanita yang sedang hamil, umumnya ibu hamil menginginkan sesuatu yang terlintas begitu saja tanpa direncanakan. Ngidam biasanya merajuk pada makanan tertentu atau tempat yang ingin didatangi. Ngidam ini biasanya berlangsung di trimester awal kehamilan.
Ada sebuah mitos yang beredar jika ibu hamil sedang ngidam nanti anaknya akan ileran atau mengeluarkan air liur secara berlebihan. Tentu saja ini hanya sebatas mitos belaka, tidak ada penjelasan ilmiah apakah ini benar atau tidak. Yang bagi saya sendiri, ini seperti sesuatu yang sebaiknya dilakukan agar bumil (ibu hamil) merasa senang dan otomatis menyenangkan pula jabang bayi yang sedang dikandung.
Saya sendiri pernah mengalami masa ngidam ini, tetapi bukan makanan atau minuman tertentu yang saya inginkan. Saya malah 'ngidam' menghirup bensin!
Ini memang terdengar tidak biasa dan tidak lazim. Namun saya benar-benar melakukannya. Karena bagi saya saat itu bau bensin terasa wangi juga menggiurkan. Sampai-sampai pernah saya berpikir untuk meminumnya, tetapi saya masih cukup waras untuk tidak melakukan hal itu.
Saya menceritakan keinginan ini pada suami, walaupun dia merasa heran, suami saya mengabulkan keinginan 'ngidam' yang aneh ini. Dia membukakan tangki motornya kemudian saya hirup selama beberapa saat. Dan ini berlangsung selama beberapa hari.
Sebenarnya saya merasa heran juga ngidam saya ini justru terjadi saat usia kehamilan sudah tujuh bulan atau trimester ketiga. Di awal-awal kehamilan justru saya ngidam hal-hal yang biasa saja. Bukan hanya itu, disamping bensin saya pun menghirup karbol wangi.
Sampai saat persalinan semua baik-baik saja. Anak saya lahir normal berat badan 3400 gram, tinggi badan 50 cm dan lingkar kepala 33 cm. Saat lahir menangis seketika, prediksi lahirpun lebih cepat dari perkiraan bidan. Prediksi bidan akan lahir sore tetapi pukul sebelas anak saya sudah lahir.
Sorenya saya sudah bisa pulang karena tiada ada keluhan apapun. Sepulang dari rumah bersalin anak saya tidur hanya sebentar-sebentar terus menangis. Kami berpikir mungkin bayi saya lapar, memang ASI belum keluar saat itu.
Sementara sampai ASI keluar, saya memberikan susu formula untuk anak saya tetapi dia masih menolak dan terus menangis sepanjang malam.
Sampai pagi tiba, badannya terasa hangat. Kami tak ingin ambil risiko, suami saya lantas membawanya ke rumah bersalin tempat saya melahirkan. Bidan cukup kaget karena kemarin bayi saya baik-baik saja. Beliau menyarankan anak saya dibawa saja ke dokter anak. Suami saya menerima saran itu.
Sampai siang suami saya belum pulang, ternyata bayi saya menjalani rawat inap sampai akhirnya dirujuk ke rumah sakit dan masuk NICU.
Saya tidak bisa ikut mendampingi kondisi saya masih belum memungkinkan untuk berjalan-jalan terlalu lama, saya terus berkirim kabar dengan suami. Katanya HB-nya rendah dan membutuhkan donor darah secepatnya, karena suami saya terus begadang semalaman darahnya tidak bisa diambil. Beruntung ada salah seorang teman suami yang kebetulan darahnya cocok dengan tipe darah anak saya.
Saya ditemani kakak saat itu, katanya "Kamu harus makan yang banyak biar nanti pas anakmu pulang ASI-nya udah penuh." Saya turuti, semata-mata semi anak. Namun, tidak lama sekitar pukul 15.00 suami saya mengabari lagi, anak kami sudah kembali ke Pemiliknya.
Bayi saya pulang dalam keadaan sudah terbujur kaku. Sampai saya tahu penyebab anak saya pergi karena menderita radang paru-paru. Saya tidak mengerti bagaimana bisa anak sekecil itu memiliki penyakit mengerikan. Dan saya teringat kebiasaan 'buruk' itu.
Secara tidak langsung saya telah 'menghabisi' anak saya sendiri. Membuat anak sekecil itu mendapat tusukan jarum disekujur tubuhnya. Saya ibu yang buruk.
Beberapa orang menyanyakan tempat saya bersalin dan langsung mendapat respon yang kurang baik pada bidan yang menangani saya. Saya tahu diri, saya jelaskan tentang kebiasaan itu, bidan hanya geleng-geleng kepala.
Saya memang tidak memberitahukan 'ngidam' ini saat check up maupun ketika USG, karena memang tidak terpikirkan. Juga tidak ada gejala apapun selama kehamilan. Juga tidak ada gejala apapun selama kehamilan. Biarlah pengalaman ini menjadi pelajaran dalam hidup saya, dan semoga kejadian sama tidak terulang kembali di kehidupan siapapun.